Space Activities Indonesia

Selasa, 19 Maret 2013

Reformasi Birokrasi

Undang-undang No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 mengamanatkan bahwa pembangunan aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan bidang lainnya. Sebagai wujud komitmen nasional untuk melakukan reformasi birokrasi, pemerintah telah menetapkan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan menjadi prioritas utama dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014.MODEL PMPRBMakna reformasi birokrasi adalah: Perubahan besar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia; Pertaruhan besar bagi bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan abad ke-21; Berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih antarfungsi-fungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit; Upaya menata ulang proses birokrasi dari tingkat tertinggi hingga terendah dan melakukan terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada, dan dengan upaya luar biasa; Upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi, memodernkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru.
Atas dasar makna tersebut, pelaksanaan reformasi birokrasi diharapkan dapat: Mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh pejabat di instansi yang bersangkutan; Menjadikan negara yang memiliki birokrasi yang bersih, mampu, dan melayani; Meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; Meningkatkan mutu perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; Meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; Menjadikan birokrasi Indonesia antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan lingkungan strategis.
skema pmprbPelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian Keuangan, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Sejak itu, dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, danPermenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-rb No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan tunjangan kinerja.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman pelaksanaannya. Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkanPermenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online.
Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah untuk melakukan penilaian upaya pencapaian program Reformasi Birokrasi sejalan dengan pencapaian sasaran, indikator dan target nasional. PMPRB mengkaitkan penilaian atas output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah, serta pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing instansi pemerintah dengan indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional.
Sistem Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), berperan sangat penting dalam mengetahui dan menilai serta mengawal pencapaian reformasi birokrasi sebagaimana diharapkan.

Senin, 18 Maret 2013

Remunerasi Tahun 2013


Sebagaimana Rencana Kerja Pemerintah (RKP) pada tahun-tahun sebelumnya, Tema RKP 2013 dituangkan lebih lanjut ke dalam 11 Prioritas Nasional dan 3 Prioritas lainnya. Prioritas pertama adalah Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola.
Reformasi birokrasi akan dituntaskan di tingkat pusat dan diperluas ke Pemerintah Daerah. Melalui percepatan reformasi birokrasi sangat diharapkan adanya peningkatan kinerja birokrasi untuk menciptakan good governance pada instansi pusat dan daerah.
Sampai dengan tahun 2011, sebanyak 16 Kementerian/Lembaga (K/L) telah melaksanakan Reformasi Birokrasi (RB) dan 20 K/L sedang dalam proses persetujuan. Pada tahun 2012, diharapkan K/L yang telah mengusulkan pelaksanaan Reformasi Birokrasi dapat diproses. Perluasan reformasi birokrasi di daerah pada tahun 2012 mulai dilaksanakan di 33 provinsi, 33 kabupaten dan 33 kota.
Secara persentase pemerintah sendiri menargetkan pada tahun 2013 pelaksanaan reformasi birokrasi pada K/L mencapai 100%. Perlu dingat juga tahun 2012 ditargetkan 80% K/L, namun sampai saat ini tambahan 20 K/L yang diusulkan masih dalam proses persetujuan.
Dari sisi kebijakan fiskal, RAPBN TH 2013 mengalokasikan anggaran untuk mendukung penganggaran remunerasi tahun 2013. Arah kebijakan RAPBN TA 2013 untuk jenis belanja pegawai diarahkan sebagai berikut:
  1. Melakukan penyesuaian gaji pokok dan pensiun pokok PNS;
  2. Meneruskan pemberian gaji dan pensiun ke-13;
  3. Menampung kebutuhan anggaran remunerasi K/L terkait reformasi birokrasi;
  4. Mengelola jumlah PNS mengacu pada prinsip zero growth.
Artinya untuk tahun 2013 gaji PNS naik, gaji 13 masih diberikan dan terdapat anggaran untuk remunerasi.

Minggu, 17 Maret 2013

Kementerian Lembaga Penerima Remunerasi 2013


Mengacu pada perpres itu Pe­ra­turan Presiden Nomor 81 ta­hun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025, pada tahun 2012 seharusnya pelaksanaan reformasi bi­rokrasi di kementerian/lembaga, namun pada tahap pelaksanaannya ada beberapa K/L yang belum siap.
Tahun 2012 pemerintah menargetkan Kementerian dan lembaga yang melaksanakan program Reformasi Birokrasi sebanyak 39 K/L. Jumlah tersebut diluar dari 20 K/L yang sudah terlebih dahulu telah dinya­ta­kan lolos program reformasi biro­krasi  dan disetujui tunjangan kinerjanya.
Berdasarkan data Ketua TRBN yang dipaparkan pada awal tahun 2012, dari 39 K/L tersebut terdapat 16 K/L yang sudah mengajukan usulan dan road map pada tahun 2011 dan diproses lebih lanjut pada tahun 2012 sebagai berikut:
K/L
1. Kem. Pekerjaan Umum8. Bapeten
2. Kem. Lingkungan Hidup9. Kem. Perdagangan
2. Kem. Perhubungan10. Kem. Kehutanan
3. Kemdikbud11. Wantannas
4. Kem. Pariwisata Ek. Kreatif12. Kem. Luar Negeri
5. Kemenpora13. Kem. Kesehatan
6. Kem. Kelautan dan Perikanan14. Kem. Tenaga Kerja
7. LAPAN15. Kem. Dalam Negeri
Sisanya sejumlah 23 K/L belum mengajukan Usulan RB, Dan Ditargetkan Segera Diproses Tahun 2012, yakni: 
1. Kemen. ESDM13. MK
2. Kemen. Kop UKM14. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
3. Kemen. PDT15. BNP2TKI
4. Kemen. BUMN16. BSN
5. Kemensos17. Basarnas
6. Kemen. Agama18. Setjen DPR RI
7. Kemen. Kom Info19. Setjen MPR RI
8. BIN20. Setjen DPD RI
9. Bakosurtanal21. KPU
10. BMKG22. Bakorkamla
11. BPN23. Komisi Yudisial
12. Perpusnas
Tabel diatas adalah data pada awal tahun 2012, sehingga dalam perkembangannya ke-39 K/L tersebut sudah mengajukan usulan dokumen RB. Khusus 16 K/L awal, sudah dilakukan verifikasi lapangan sedangkan ke-23 K/L yang lain sebagian besar sudah dilaksanakan proses verifikasi lapangan tersebut. Hasil penilaian penilaian dokumen verifikasi Lapangan yang dilakukan Tim UPRBN akan disampaikan kepada Ketua TRBN.
Dasar penentuan passing grade dan skor yang digunakan serta besaran Tunjangan Kinerja (TK)
Range SkorLevelKeputusanUsulan Besaran TK
0-100Tidak Diberikan TKTidak Diproses
11-301Tidak Diberikan TKTidak Diproses
31-402Diberikan TK40% dari Kemenkeu
41-502Diberikan TK45% dari Kemenkeu
51-603Diberikan TK50% dari Kemenkeu
61-703Diberikan TK55% dari Kemenkeu
71-804Diberikan TK65% dari Kemenkeu
81-904Diberikan TK75% dari Kemenkeu
91-1005Diberikan TK100% dari Kemenkeu
Artinya jika hasil skor penilaian dibawah 31 atau berada pada range 0 s/d 30, K/L tersebut tidak akan diberikan dan di proses tunjangan kinerjanya. Minimal hasil penilaian harus berada pada level 2 dengan besaran TK 40%.
Seperti diketahui skor penilaian dilakukan atas 9 area perubahan yaitu: (1) Manajemen Perubahan, (2) Penataan Peraturan Perundang-undangan, (3) Penataan dan Penguatan Organisasi, (4) Penataan Tata Laksana, (5) Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, (6) Penguatan Pengawasan (7) Penguatan Akuntabilitas Kinerja, (8) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dan (9) Quick Wins.
Jika rekan-rekan PNS bertanya soal hasil penilaian dokumen dan verifikasi lapangan, penulis sarankan agar bertanya dulu ke instansi masing-masing khususnya bagian yang mengurusi Reformasi Birokrasi. Setagu.net hanya menyampaikan gambaran umum bahwa proses reformasi dan pemberian remunerasi pada tahun 2013 ini difokuskan pada 39 K/L di atas. Dan bila ada info valid soal hasil verlap akan saya sampaikan.

Sabtu, 16 Maret 2013

Menentukan Besaran Grade Tunjangan Kinerja


Sebagaimana diketahui Badan Anggaran DPR telah memberikan persetujuan pemberian remunerasi bagi 20 K/L dengan anggaran lebih dari  2,97 Triliun. Perlu dipahami bahwa ada 2 model persetujuan DPR, pertama melalui Komisi terkait dan kedua lewat Badan Anggaran DPR. Perbedaaanya terletak pada pemenuhan kebutuhan anggarannya, bila suatu Kementerian/lembaga memerlukan tambahan pagu untuk tunjangan kinerja atau remunerasi, pagu tersebut perlu mendapat persetujuan Badan Anggaran DPR. Apabila tidak memerlukan tambahan pagu, namun memerlukan realokasi anggaran cukup melalui komisi terkait.

Pertanyaan selanjutnya yang sering wira wiri di blog ini: Bagaimana Job Grade-nya ?  Yang pasti tunggu Perpres-nya :) Namun saya coba memberikan sedikit gambaran penentuan job grading tunjangan kinerja.Itulah yang menyebabkan mengapa LIPI, Kemenristek, BATAN bisa lebih dulu mendapat persetujuan DPR, karena hanya realokasi anggaran. Tinggal Kemenpera saja yang belum ada persetujuan DPR. Nah, dengan persetujuan DPR berarti tinggal menunggu Peraturan Presiden keluar. Perpres ini sebagai payung hukum, sebagai dasar untuk mencairkan dana tunjangan kinerja.
Jumlah kelas grading remunerasi dibedakan :
  1. Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non-kementerian (LPNK) yang pimpinannya setingkat Menteri, job gradingnya paling tinggi kelas 17, dengan 1 jabatan non grade untuk posisi Wakil menteri (jika ada),
  2. LPNK dengan jabatan struktural teringgi: Sekretaiat Utama, Deputi atau Inspektorat Utama, jab grade tertinggi adalah grade 16, dengan 1 jabatan non grading untuk posisi Kepala atau Wakil Kepala.
Penentuan Besaran Tunjangan Kinerja per Grade bagi bagi K/L yang telah melaksanakan reformasi didasarkan pada faktor berikut: Tingkat capaian (persentase) RB, Nilai dan Kelas jabatan, Indeks harga nilai jabatan, Faktor Penyeimbang dan Indeks tunjangan kinerja daerah provinsi
Rumus Tunjangan Kinerja : Tingkat Persentese RB x Nilai Rata2 jabatan x Indeks Harga jabatan x Faktor penyeimbang x Indeks tunjangan kinerja daerah provinsi
Sebenarnya masing-masing K/L sudah melakukan avaluasi jabatan berikut besaran tunjangan per grade-nya yang sudah disetujui. Jadi besaran tersebut tinggal dikalikan dengan persentase tingkat capaian Reformasi Birokrasi di instansi tersebut. Besaran persentase diperoleh dari verifikasi lapangan oleh Tim UPRBN yang sudah pernah saya posting sebelumnya ( Bagian 1 dan Bagian 2)
Tingkat Pencapaian Reformasi Birokrasi
NoK/LPersentase
1ANRI53%
2BATAN53%
3BKKBN54%
4BKN48%
5BKPM56%
6BNN45%
7BNPT35,7%
8BNPT35,7%
9BPOM47%
10BPPT68%
11BPS53%
12LAN58%
13Lemhanas54,0%
14Lemsaneg42%
15LKPP70%
16Perindustrian56%
17Pertanian45%
18Perumahan Rakyat41%
19PPPA33,9%
20Ristek47,0%
Sebagai ilustrasi atau contoh lihat pada Tabel Remunerasi bagi bagi K/L yang sudah menerima tunjangan kinerja. Persentese capaian Polri 24,5 %, TNI 37 %, Kejaksaan dan Kemenkumham sekitar 40 %. Satu-satunya instansi yang tingkat pencapaiannya sudah 100 % hanya Kemenkeu. Silahkan hitung sendiri perkiraan besaran tunjangan kinerja yang diterima.

Jumat, 15 Maret 2013

Tahun 2013 Gaji PNS Naik Lagi


Pemerintah akan menaikkan kembali gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI/Polri sekitar 7 persen mengacu pada inflasi pada 2013. Namun, angka ini menurun dibanding 2012 yang rata-rata kenaikan gaji PNS sebesar 10 persen.

“Meneruskan pemberian gaji dan pensiun ke-13 dan penyesuaian gaji pokok dan pensiun pokok pegawai negeri sipil (PNS) dan anggota TNI/Polri sekitar 7 persen mengacu pada inflasi, serta penyesuaian gaji hakim,” dinyatakan Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, seperti dikutip dalam dokumen tersebut.Dalam dokumen “Kerangka Ekonomi Makro Pokok-pokok Kebijakan Fiskal 2013″ disebutkan secara umum ada 18 arah kebijakan belanja negara pada 2013, satu di antaranya adalah menaikkan gaji PNS dan TNI/Polri.
Selain menaikkan gaji PNS, TNI/Polri, dan hakim, pemerintah juga berencana menuntaskan program reformasi birokrasi pada setiap kementerian/lembaga.
Pemerintah, dia melanjutkan, menjaga agar pelaksanaan operasional pemerintahan lebih efisien dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan masyarakat melalui flat policy pada belanja barang operasional perkantoran.

Belanja negara juga akan diarahkan untuk mendukung program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan mendukung pembangunan infrastruktur pada enam koridor ekonomi dan menyediakan tambahan anggaran untuk mengantisipasi subsidi tepat sasaran.
Pemerintah pada 2013 juga akan menyediakan alokasi anggaran untuk pembentukan dan kegiatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tuan rumah penyelenggaraan APEC Meeting 2013, penelitian terkait low cost green car, dan persiapan tahapan pelaksanaan pemilu 2014. 

Kamis, 14 Maret 2013

Lembaga Non Struktural di Indonesia di Reformasi


Salah satu fenomena yang muncul dalam penyelenggaraan pemerintahan paska Orde Baru tumbang atau biasa disebut era reformasi adalah tumbuh dan berkembangnya berbagai lembaga di luar ranah lembaga pemerintahan atau cabang kekuasaan lainnya, yang kemudian lazim disebut sebagai lembaga non struktural (LNS). Keberadaan LNS pada mulanya diperuntukkan untuk memfasilitasi fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga pemerintahan (watchdog), yang kemudian berkembang pada penyelenggaraan fungsi lainnya.[1]
Selama ini banyak terdapat pemberartian LNS yang berbeda-beda, diantaranya adalah : Organisasi Independen dalam buku “Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia terbitan Lembaga Administrasi Negara). LAN menyatakan bahwa organisasi independen dibentuk untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dalam rangka penyelenggaraan negara atau instansi pemerintah yang ada, yang bersifat mandiri dan bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak -pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur oleh peraturan perundang-undangan seperti pembentukan dan anggarannya. [2]Sedangkan Wikipedia Indonesia memberikan definisi LNS sebagai lembaga yang dibentuk untuk memberi pertimbangan kepada Presiden atau Menteri, atau dalam rangka koordinasi atau pelaksanaan kegiatan tertentu atau membantu tugas tertentu dari suatu departemen, LNS tersebut disebut juga Lembaga Ekstra Struktural karena Organisasinya tidak termasuk dalam struktur organisasi Kementerian, Departemen, ataupun Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Lembaga ini dapat dikepalai oleh Menteri, bahkan Presiden ataupun Wakil Presiden.[3]
Lain dengan pengertian yang diutarakan LAN dan Wikipedia, Prof. Jimly Assidiqie[4] lebih memaknai LNS dengan mengacu pada fenomena lembaga independen yang telah lebih dahulu terjadi di negara-negara modern seperti Amerika dan Inggris. Dimana Independen dalam hal ini memiliki makna bahwa pemberhentian anggotanya hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam undang-undang pembentukannya,  tidak seperti lembaga biasa yang dapat diberhentikan sewaktu-waktu oleh Presiden.
Dari berbagai pendapat mengenai definisi LNS, ada beberapa poin penting yang dapat dijadikan batasan pengertian LNS sesuai dengan kondisi dalam administrasi publik di Indonesia, sebagaimana merujuk pada pendapat Prof. Jimly yang mengidentifikasikan lembaga pemerintah melalui kategori hierarki, ranah dan lapisan. Hierarki menunjukkan pada level pemerintahan mana eksistensi sebuah LNS, apakah pada hierarki Negara/Nasional, pemerintahan pusat, atau pemerintahan daerah. Ranah menunjukkan cabang kekuasaan manakah bidang tugas suatu LNS apakah eksekutif, yudikatif, legislatif ataukah campuran diantara ketiganya. Sedangkan lapis, menunjuk kepada karakteristik tugas, apakah primary (utama/operating) ataukah auxiliary (pendukung/coordinating, advisory) yterhadap suatu bidang tugas. [5]
Dengan berbagai tinjauan yang telah dibahas tersebut, LNS di Indonesia dapat diidentikkan dengan Lembaga yang pada umumnya independen, bukan termasuk Kementerian negara ataupun LPNK, dan organisasi pemerintahan konvensional lainnya, memiliki keunikan tugas dan fungsi yang menjadikan independen, dan dapat beranggotakan orang-orang ataupun pejabat dari berbagai institusi yang berbeda-beda.


[1] Sanusi, Anwar PhD, Bunga Rampai Kajian Kelembagaan :Penataan Lembaga Non Struktural, Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan LAN 2010
[2] Lembaga Administrasi Negara, 2003, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jilid I, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta.
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_nonstruktural, diakses pada tanggal 25 Februari 2013
[4] Asshiddiqie, Jimly, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. Jakarta
[5] Ibid

Rabu, 13 Maret 2013

Organisasi Publik


Untuk memahami konsep organisasi publik secara utuh, perlu memahami definisi dan teori “organisasi” dan makna kata “publik” itu sendiri. Banyak pakar yang telah mendefinisikan organisasi, berikut ini beberapa pakar yang memberikan pendefinisian tersebut, yaitu :
Menurut Prajudi Atmosudirdjo menggambarkan bahwa organisasi memiliki sifat yang abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya.[1]
Menurut James D. Mooney, organisasi adalah segala bentuk setiap perserikatan orang-orang untuk mencapai suatu tujuan bersama.[2]
Menurut D. Millet, organisasi adalah sebagai kerangka struktur dimana pekerjaan dari beberapa orang diselenggarakan untuk mewujudkan suatu tujuan bersama.[3]
Menurut Herbert A. Simon, organisasi adalah sebagai pola komunikasi yang lengkap dan hubungan lain di dalam suatu kelompok orang-orang.[4]
Secara teoritis, organisasi memang dapat dipahami dari berbagai macam sudut pandang atau perspektif.[5] Lebih lanjut  Miftah Thoha memaknai organisasi sebagai kesatuan rasional dalam upaya untuk mengejar tujuan, sebagai koalisi pendukung yang kuat di mana organisasi merupakan instrumen untuk mengejar kepentingan masing-masing, sebagai suatu sistem terbuka di mana kelangsungan hidup organisasi sangat tergantung input dari lingkungan, sebagai alat dominasi dan banyak lagi perspektif yang dapat dipakai untuk memaknai organisasi.
Paling tidak ada 2 (dua) pendekatan yang dapat digunakan untuk memaknai organisasi yaitu pendekatan struktural dan pendekatan behavioral atau perilaku. Pendekatan struktural menyoroti organisasi sebagai wadah sehingga dapat dikatakan pendekatan ini melihat organisasi sebagai sesuatu yang statis. Organisasi disini diartikan sebagaitempat penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas tentang hierarki kedudukan, jabatan serta saluran wewenang dan pertanggungjawaban.
Adapun organisasi dengan pendekatan perilaku menyoroti organisasi sebagai suatu organisasi yang bersifat dinamis yang dapat juga dikatakan bahwa organisasi merupakan proses kerjasama yang serasi antara orang-orang di dalam perwadahan yang sistematis, formal dan hirarkial yang berfikir dan bertindak seirama demi terciptanya tujuan secara efektif dan efisien.
Teori tentang Organisasi telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dari waktu ke waktu dari mulai Teori klasik, Teori Modern sampai dengan teori Post Modern. Teori Klasik mendefinisikan organisasi sebagai struktur hubungan, kekuasaan-kekuasaan, tujuan-tujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan faktor-faktor lain yang terjadi bila orang-orang bekerjasama. Teori Modern lebih menekankan bahwa organisasi harus bersifat terbuka atau berhubungan dengan lingkungan, sedangkan Teori Post Modern lebih memperhatikan pada sifat politis organisasi dimana organisasi merupakan koalisi dari berbagai kelompok dan individu dengan tuntutan yang berbeda-beda.[6]
Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas maka pada dasarnya terdapat kesamaan pengertian dari keseluruhan definisi tentang organisasi yaitu menyatakan bahwa organisasi sebagai satu kesatuan sosial dari kelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Dari pengertian tersebut maka jika diuraikan secara lebih terperinci setiap organisasi pasti akan memiliki berbagai dimensi yang penting sebagai ciri suatu organisasi yaitu, antara lain :[7]
a.    Wadah atau struktur yang menjadi kerangka orang-orang yang menjadi bagian dari organisasi tersebut melakukan aktivitasnya;
b.    Anggota yang menjadi bagian dari organisasi;
c.    Interaksi yang terpolakan dengan mekanisme tertentu sehingga terjadi koordinasi yang baik antara satu orang atau bagian dengan orang atau bagian yang lain; dan
d.   Tujuan bersama yang ingin diwujudkan oleh orang-orang yang menjadi bagian dari organisasi tadi.
Organisasi pada dasarnya seperti sebuah organisme yang memiliki siklus hidup. Organisasi dalam siklus hidupnya mengalami masa-masa layaknya manusia seperti lahir, tumbuh, dewasa tua dan mati. Namun agak berbeda sedikit dengan manusia, organisasi dapat senantiasa diperbaharui. Ketika siklusnya mulai menurun, organisasi harus segera berbenah dan menyesuaikan dengan lingkungannya agar dapat sejalan dengan perkembangan zaman.[8]
Publik berasal dari bahasa latin “Public” yang berarti “of people” berkenaan dengan masyarakat. Mengenai pengertian publik, Inu Kencana Syafiie dkk (1999) memberikan pengertian sebagai berikut: “Sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka miliki”. Itulah sebabnya, Inu Kencana Syfiie dkk., mengatakan bahwa publik tidak langsung diartikan sebagai penduduk, masyarakat, warga negara ataupun rakyat, karena kata-kata tersebut berbeda.  
Organisasi publik sering dilihat pada bentuk organisasi pemerintah yang dikenal sebagai birokrasi pemerintah (organisasi pemerintahan). Menurut Prof. Dr. Taliziduhu Ndraha Organisasi publik adalah organisasi yang didirikan untuk memenuhi kebutuhan msyarakat akan jasa publik dan layanan civil.[9] Organisasi publik adalah organisasi yang terbesar yang mewadahi seluruh lapisan masyarakat dengan ruang lingkup Negara dan mempunyai kewenangan yang absah (terlegitimasi) di bidang politik, administrasi pemerintahan, dan hukum secara terlembaga sehingga mempunyai kewajiban melindungi warga negaranya, dan melayani keperluannya, sebaliknya berhak pula memungut pajak untuk pendanaan, serta menjatuhkan hukuman sebagai sanksi penegakan peraturan.
Organisasi ini bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat demi kesejahteraan sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi sebagai pijakan dalam operasionalnya. Organisasi publik berorientasi pada pelayanan kepada masyarakat tidak pada profit/laba/untung.
Miftah Thoha telah memprediksi organisasi-organisasi dimasa mendatang yang salah satunya di bidang penataan organisasi, dimana organisasi dimasa mendatang akan mempunyai sifat-sifat yang unik. Struktur organisasi formal akan mengalami penambahan dan perubahan yang bervariasi, sehingga banyak dijumpai organisasi-organisasi baru tanpa menganalisis lebih lanjut struktur formal yang ada. Sehingga banyak dijumpai organisasi-organisasi tandingan yang nonstruktural. Keadaan seperti ini sering dinamakan gejala proliferation dalam organisasi. Suatu pertumbuhan yang cepat dari suatu organisasi, sehingga banyak dijumpai organisasi-organisasi formal yang nonstruktural yang dibentuk untuk menerobos kesulitan birokrasi.
Kelebihan dari kejadian diatas adalah organisasi akan lebih memberikan perhatian terhadap pemecahan persoalan dibandingkan dari penekanan program. Dengan demikian, organisasi-organisasi masa mendatang akan merupakan suatu kombinasi dari gejala-gejala adaptasi (adaptive process), pemecahan masalah (problem solving), sistem temporer (temporary system) dari aneka macam spesialis, dan evaluasi staf tidak lagi didasarkan atas hierarki vertikal berdasarkan posisi dan pangkat. Inilah bentuk organisasi masa depan yang bakal menganti birokrasi.[10]


[1] Prajudi Atmosudirdjo. Prof, Dr, Mr, Administrasi dan management Umum, Ghalia Indonesia, Jakarta 1982, hal. 77
[2] Inu Kencana Syafiie, Drs. Msi, Sistem Administrasi Negara, jakarta: Bumi Aksara, 2006, hal 113
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] W Richard Scott, Organization Rational, Natural, and Open Systems, dalam Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintahan Indonesia di Era Reformasi (Cet-2: Jakarta:Kencana, 2008) h. 35
[6] Disarikan dari  Winardi, J,Prof, Dr. “ Teori Organisasi dan Pengorganisasian”, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007
[7] Miftah Thoha, Prof, Dr, “Birokrasi Pemerintahan Indonesiaop. cit hal. 36
[8] Herbert G. Hicks & G. Ray Gullet, Organization : Theory and Behaviour, terjemahan G. Kartasapoetra dkk, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal 646
[9] Taliziduhu Ndraha, Prof, Dr, “ Teori Budaya Organisasi” (Jakarta : Rineka Cipta, 2005), hal 18
[10] Miftah Thoha, Prof, Dr, “Ilmu Administrasi Publik KontemporerJakarta: Kencana, hal. 196